Latar Belakang

Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan tentang perlunya memberikan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi dan kecerdasan istimewa. Hal ini dilakukan agar potensi yang ada pada peserta didik dapat berkembang secara optimal dan pada gilirannya memberikan mereka dapat tumbuh menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif dan mandiri.

Perlunya perhatian khusus yang siswa yang memiliki kecerdasan istimewa melalui sekolah-sekolah yang didirikan untuk itu, dapat dianggap selaras dengan fungsi utama pendidikan, yaitu mengembangkan potensi siswa secara utuh dan optimal. Penggunaan istilah potensi kecerdasan dan bakat istimewa ini berkait erat dengan latar belakang teoritis yang digunakan. Potensi Kecerdasan berhubungan dengan kemampuan intelektual, sedangkan bakat tidak hanya terbatas pada kemampuan intelektual. Pendapat ini mula-mula dikemukakan oleh United States Office of Education (Feldhusen, 1994) bahwa anak berbakat adalah anak yang diidentifikasi oleh orang dengan kualifikasi profesional. Anak-anak yang telah mampu menunjukkan prestasinya dan atau berupa potensi kemampuan pada beberapa bidang seperti: (1) kemampuan inteligensi umum; (2) kemampuan akademik khusus (specific academic aptitude); (3) berpikir produktif atau kreatif; (4) kemampuan kepemimpinan; (5) kemampuan di bidang seni; (6) kemampuan psikomotorik.

Strategi pendidikan yang ditempuh selama ini bersifat masal memberikan perlakuan standar/rata-rata kepada semua siswa sehingga kurang memperhatikan perbedaan antar siswa dalam kecakapan, minat, dan bakatnya. Dengan strategi semacam ini, keunggulan akan muncul secara acak dan sangat tergantung kepada motivasi belajar siswa serta lingkungan belajar dan mengajarnya. Oleh karena itu perlu dikembangkan keunggulan yang dimiliki oleh siswa agar potensi yang dimiliki menjadi prestasi yang unggul.

Perhatian khusus kepada siswa yang berpotensi cerdas dan/atau bakat istimewa (CI+BI) selaras dengan fungsi utama pendidikan, yaitu mengembangkan potensi siswa secara utuh dan optimal. Pengembangan potensi tersebut memerlukan strategi yang sistematis dan terarah. Tanpa layanan pembinaan yang sistematis terhadap siswa yang berpotensi cerdas dan atau bakat istimewa, bangsa Indonesia akan kehilangan kekayaan SDM yang tidak terukur nilainya.

Perhatian khusus tersebut tidak dimaksudkan sebagai tindakan diskriminatif, tetapi pemberian perhatian sesuai dengan kebutuhan dan kondisi siswa. Melalui penyelenggaraan pendidikan khusus bagi siswa CI+BI, diharapkan potensi-potensi yang selama ini belum dikembangkan secara optimal, akan tumbuh dan menunjukkan kinerja yang baik. Kondisi ini pada gilirannya akan dapat memberi kontribusi terhadap kehormatan dan nama baik bangsa Indonesia di antara bangsa-bangsa lain di dunia.

Upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa telah dilakukan sejak tahun 1974 dalam bentuk kebijakan atau program. Secara historis kebijakan pemerintah tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

No TAHUN BENTUK KEBIJAKAN/PROGRAM
1 1974

Pemberian beasiswa bagi peserta didik Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berbakat dan berprestasi tinggi tetapi lemah kemampuan ekonomi keluarganya.

2

1982

Balitbang Dikbud membentuk Kelompok Kerja Pengembangan Pendidikan Anak Berbakat (KKPPAB). Kelompok Kerja ini mewakili unsur-unsur struktural serta unsur-unsur keahlian seperti Balitbang Dikbud, Ditjen Dikdasmen, Ditjen Dikti, Perguruan Tinggi, serta unsur keahlian di bidang sains, matematika, teknologi (elektronika, otomotif, dan pertanian), bahasa, dan humaniora, serta psikologi.

3

1984 Balitbang Dikbud menyelenggarakan perintisan pelayanan pendidikan anak berbakat dari tingkat SD, SMP, SMA di satu daerah perkotaan (Jakarta) dan satu daerah pedesaan (Kabupaten Cianjur). Program pelayanan yang diberikan berupa pengayaan (enrichment) dalam bidang sains (Fisika, kimia, Biologi, dan Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa), matematika, teknologi (elektronika, otomotif, dan pertanian), bahasa (Inggris dan Indonesia), humaniora, serta keterampilan membaca, menulis, dan meneliti.

Pelayanan pendidikan dilakukan di kelas khusus di luar program kelas reguler pada waktu-waktu tertentu.

Perintisan pelayanan pendidikan bagi anak berbakat ini pada tahun 1986 dihentikan seiring dengan pergantian pimpinan dan kebijakan di jajaran Depdikbud.

4 1989 Di dalam UU no. 2 tahun 1989 tentang Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 8 ayat 2 dikemukakan bahwa warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.

Pasal 24, setiap peserta didik pada satuan pendidikan mempunyai hak-hak sebagai berikut: (1) mendapat perlakuan yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya, (5) menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang telah ditentukan.

5 1993 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan kebijakan tentang Sistem Penyelenggaraan Sekolah Unggul (Schools of Excellence) dan membukanya di seluruh provinsi sebagai langkah awal kembali untuk menyediakan program pelayanan khusus bagi peserta didik dengan cara mengembangkan aneka bakat dan kreativitas siswa
6 1994 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan dokumen tentang “Pengembangan Sekolah Plus” yang menjadi naskah induk tentang “Sistem Penyelenggaraan Sekolah Menengah Umum Unggul”.
7 1998/ 1999 Dua sekolah swasta di DKI Jakarta dan satu sekolah swasta di Jawa Barat melakukan ujicoba pelayanan pendidikan bagi anak berpotensi kecerdasan dan bakat istimewa dalam bentuk program percepatan belajar (akselerasi), yang mendapat arahan dari Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah
8 2000 Program percepaan belajar dicanangkan oleh Menteri Pendidikan Nasional pada Rakernas Depdiknas menjadi Program Pendidikan Nasional.

Pada kesempatan tersebut Mendiknas melalui Dirjen Dikdasmen menyampaikan Surat Keputusan (SK) Penetepan Sekolah Penyelenggara Program Percepatan Belajar kepada 11 sekolah terdiri dari 1 SD, 5 SMP dan 5 SMA di DKI Jakarta dan Jawa Barat.

9 2001/ 2002 Diputuskan penetapan kebijakan diseminasi program percepatan belajar pada beberapa sekolah di beberapa provinsi di Indonesia
10 2003 UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 5 ayat (4) menyebutkan warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.

Pasal 32 ayat (1) Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi  peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

11 2006 Diterbitkan Permendiknas no. 34/2006 tentang Pembinaan Prestasi Peserta Didik yang memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.

Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Pasal 115 sampai dengan pasal 118 tentang pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi dan/atau bakat istimewa.

Uraian di atas menunjukkan bahwa kebijakan layanan pendidikan untuk anak CI+BI belum menjadi sebuah menjadi suatu program yang berkelanjutan, sistemik dan sistematik. Satu-satunya program yang tersedia untuk anak CI+BI hanya program aksel. Namun program aksel ini berjalan tidak lepas dari pro-kontra. Bahkan sebagian anggota masyarakat ingin program aksel ditutup. Kondisi di atas menunjukkan program pendidikan untuk anak CI+BI baru sebatas program, belum didukung oleh kebijakan yang bersifat jangka panjang dan dipahami oleh berbagai pihak.

Diperkirakan terdapat sekitar 2,2% anak usia sekolah memiliki kualifikasi cerdas istimewa. Menurut data BPS tahun 2006 terdapat 52.989.800 anak usia sekolah. Artinya terdapat sekitar 1.059.796 anak CI+BI di Indonesia. Jumlah siswa CI+BI yang sudah terlayani di sekolah akselerasi masih sangat kecil, yaitu 4510 orang (data Dit. PSLB tahun 2006/7) yang berarti baru 0,43% siswa CI+BI yang terlayani. Jika ditelaah lebih dalam, ternyata jumlah siswa CI dalam program akselerasi di bawah 50%. Lebih banyak non CI+BI. Artinya masih banyak sekali siswa CI+BI yang belum teridentifikasi dan belum terlayani

Saat ini sudah ada lembaga/sekolah standar isi bagi pendidikan khusus bagi anak berkelainan/cacat (sejak tahun 2006) yang kemudian dilengkapi dengan Permendiknas tentang Prosedur operasional standar UN, standar proses, standar sarana, dan standar penilaian. Hal demikian tidak terjadi pada pendidikan khusus untuk siswa CI+BI. Siswa CI+BI memperoleh muatan kurikulum yang sama dengan siswa reguler, dan hanya memperoleh peluang untuk mempercepat penyelesaian studi (program akselerasi). Hal ini mengakibatkan potensi kecerdasan yang dimiliki tidak dapat berkembang secara optimal. Di sisi lain, tidak ada deskripsi yang spesifik tentang kompetensi dari siswa CI+BI

Secara kelembagaan, belum ada sekolah khusus untuk siswa CI+BI. Meskipun peraturan pemerintah memberikan peluang untuk pendirian sekolah semacam itu, dengan tetap mengedepankan semangat inklusif. Keberadaan program akselerasi sebagai sarana pengembangan potensi siswa CI+BI tidak dapat dikatakan bersemangat inklusif, meskipun ada siswa non CI+BI di dalamnya.

Dari aspek ketenagaan, Guru yang mengajar di program akselerasi tidak disiapkan secara khusus. Lebih jauh bahkan tidak ada kriteria tertulis, prasyarat guru yang dapat mengajar di sana. Di beberapa tempat ditemukan, guru yang mengajar menggunakan sistem arisan. Artinya mereka berganti-ganti sebagai pengajar di program akselerasi. Di tempat lain, ditemukan menurunnya semangat/etos kerja pengajar program akselerasi yang menuntut tambahan insentif, karena harus mengajar di program akselerasi. Akibatnya, sekolah yang tidak dapat mengakses dana dari masyarakat atau subsidi, mulai kewalahan untuk melanjutkan program

Dari aspek pembelajaran, proses yang terjadi di dalam dan di luar kelas, masih menekankan pada pencapaian daya serap materi. Hal ini mengakibatkan siswa akselerasi menerima beban lebih berat karena penyelesaian studi yang lebih cepat. Akibatnya model pembelajaran yang digunakan juga tidak berbeda dengan siswa reguler. Sementara itu pemanfaatan ICT dalam proses pembelajaran juga relatif terbatas, karena kemampuan guru dalam bidang itu juga terbatas

Dari aspek penilaian, Hasil akhir kelulusan siswa program akselerasi juga tetap mengacu pada UN siswa reguler. Keadaan ini “memaksa” sekolah untuk memfokuskan kembali siswa akselerasi pada semester akhir untuk menghadapi UN. Hal ini juga mendorong orang tua siswa dan pihak sekolah menggunakan jasa bimbel agar anaknya lulus. Di sisi lain, ditemukan adanya program remedial bagi siswa CI+BI yang “seolah” menjadi paradoks bagi program ini sendiri

Dari aspek kesiswaan, belum semua siswa dengan kualifikasi very superor yang memperoleh layanan atau mengakses program akselerasi. Akibatnya siswa-siswa tersebut jadi “siswa biasa”. Hal ini dapat mengakibatkan potensi siswa CI+BI menjadi mubazir. Sedangkan potensi lain siswa kelas akselerasi tidak dapat berkembang secara optimal karena beban belajar akibat percepatan

Dari aspek kelanjutan studi, relatif terbatas perguruan tinggi yang memberi kemudahan akses bagi siswa CI+BI untuk masuk. Akibatnya banyak siswa CI+BI, terutama yang menang olimpiade, ditawari untuk melanjutkan studi oleh perguruan tinggi luar negeri dengan beasiswa dan bahkan mendapat perlakuan setara dengan warga negara yang bersangkutan. Di sisi lain, siswa CI+BI yang memiliki keterbasan ekonomi juga tidak dapat melanjutkan studi, karena makin mahalnya biaya pendidikan di perguruan tinggi.

Berdasarkan pemikiran di atas, Asosiasi CI+BI Nasional akan mengadakan konferensi nasional yang diarahkan untuk mendisain cetakbiru (blueprint) pengembangan pendidikan khusus bagi siswa CI+BI Indonesia dalam rentang waktu 25 tahun ke depan.

Leave a response and help improve reader response. All your responses matter, so say whatever you want. But please refrain from spamming and shameless plugs, as well as excessive use of vulgar language.

4 Responses to “Latar Belakang”

  1. ira

    terima kasih sgt berguna utk penelitian sy

  2. andrias puguh

    artikel yang menarik untuk dibaca

  3. Masduki

    A very good highlight for those who want to know more about Ci-Bi
    (Masduki, UMM Malang)

  4. Ria Oktaviani (@Riaoktav)

    Menurut pendapat saya, Strategi pendidikan yang ditempuh di indonesia bersifat masal memberikan perlakuan standar/rata-rata kepada semua siswa sehingga kurang memperhatikan perbedaan antar siswa dalam kecakapan, minat, dan bakatnya. dan biasanya guru memberikan materi seperti ilmu untuk dirinya sendiri tanpa mengetahui siswa yang bisa oleh materi tersebut atau tidak mengerti sama sekali.
    Siswa Ci+Bi di sekolah yaitu program akselarasi, siswa regular belajar 3 tahun,siswa Ci+Bi belajar 2 tahun, program akselarasi menuai pro dan kontra karena menurunnya tenaga pelajar.
    Aspek kesiswaanya, belum semua siswa memenuhi masuk ke program akselarasi akhirnya siswa Ci+Bi menjadi siswa biasa, dan potensi siswa Ci+Bi menjadi mubazir .Sedangkan, potensi siswa kelas akselerasi tidak dapat berkembang secara optimal karena beban belajar akibat percepatan.
    Oleh sebab itu Indonesia harus memberi layanan untuk siswa Ci+Bi,tanpa layanan pembinaan yang sistematis kepada siswa yang berpotensi cerdas atau bakat istimewa bangsa Indonesia akan kehilangan sumber daya manusia (SDM) yang tidak terukur nilainya.

Tinggalkan Balasan ke Ria Oktaviani (@Riaoktav) Batalkan balasan